Senin, 28 April 2008

Menerobos Lampu Merah

Dari kejauhan, lampu lalu-lintas di perempatan itu masih menyala

hijau. Jack segera menekan pedal gas kendaraannya. Ia tak mau

terlambat. Apalagi ia tahu perempatan di situ cukup padat, sehingga

lampu merah biasanya menyala cukup lama.

Kebetulan jalan di depannya agak lengang. Lampu berganti kuning. Hati

Jack berdebar berharap semoga ia bisa melewatinya segera. Tiga meter

menjelang garis jalan, lampu merah menyala. Jack bimbang, haruskah ia

berhenti atau terus saja.

"Ah, aku tak punya kesempatan untuk menginjak rem mendadak,"

pikirnya sambil terus melaju.

Prit! Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan memintanya

berhenti. Jack menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat

dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Wajahnya tak

terlalu asing.

Hey, itu khan Bob, teman mainnya semasa SMA dulu. Hati Jack agak

lega. Ia melompat keluar sambil membuka kedua lengannya.

"Hai, Bob. Senang sekali ketemu kamu lagi!"

"Hai, Jack." Tanpa senyum.

"Duh, sepertinya saya kena tilang nih? Saya memang agak buru-buru.

Istri saya sedang menunggu di rumah."

"Oh ya?" Tampaknya Bob agak ragu.

Nah, bagus kalau begitu. "Bob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan

anak-anak sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tentu aku tidak boleh

terlambat, dong."

"Saya mengerti. Tapi, sebenarnya kami sering memperhatikanmu

melintasi lampu merah di persimpangan ini."

O-o, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Jack harus ganti

strategi.

"Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu

merah. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala." ... Aha,

terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.

"Ayo dong Jack. Kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan

SIMmu."

Dengan ketus Jack menyerahkan SIM, lalu masuk ke dalam kendaraan dan

menutup kaca jendelanya. Sementara Bob menulis sesuatu di buku

tilangnya. Beberapa saat kemudian Bob mengetuk kaca jendela.

Jack memandangi wajah Bob dengan penuh kecewa. Dibukanya kaca jendela

itu sedikit. Ah, lima centi sudah cukup untuk memasukkan surat

tilang. Tanpa berkata-kata Bob kembali ke posnya.

Jack mengambil surat tilang yang diselipkan Bob di sela-sela kaca

jendela.

Tapi, hei apa ini. Ternyata SIMnya dikembalikan bersama sebuah nota.

Kenapa ia tidak menilangku. Lalu nota ini apa? Semacam guyonan atau

apa?

Buru-buru Jack membuka dan membaca nota yang berisi tulisan tangan

Bob.

"Halo Jack, Tahukah kamu Jack, aku dulu mempunyai seorang anak

perempuan. Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut

menerobos lampu merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 bulan.

Begitu bebas, ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi.

Sedangkan anak kami satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus

berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak

agar dapat kami peluk. Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi

itu. Betapa sulitnya. Begitu juga kali ini. Maafkan aku Jack. Doakan

agar permohonan kami terkabulkan. Berhati-hatilah. (Salam, Bob)."

Jack terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Bob. Namun,

Bob sudah meninggalkan pos jaganya entah ke mana. Sepanjang jalan

pulang ia mengemudi perlahan dengan hati tak tentu sambil berharap

kesalahannya dimaafkan.

~~~

Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang

lain. Bisa jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini

sangat berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati.

---

Tidak ada komentar: